05/12/2014

Azzam (Chapter 1) - Ketika Kesabaran Membawa Keberuntungan

   



 "Toyyib! Ahsubukum ilaa 'asyaroh! Man lam yakhruj, fantabih!!!" Suara keras itu membangunkanku dari tidur yang lelap. Suara itu membuat penghuni kamar bergegas keluar ketakutan. Sekejap aku terbangun dan berlari keluar dari kamar asrama yg berpenghuni kurang lebih 40 orang. Tidak ada waktu lg untuk berguling-guling diatas kasur yang kurang empuk, bahkan tidak empuk. Kini tinggal tersisa tiga hitungan lg. Aku berlari berusaha untuk keluar menghindari kata "'asyaroh" yang akan keluar dari mulut mudabbirku. "Azzam, tasarro'!" Tegas mudabbirku tepat setelah hitungan kesembilan. "Na'am lakh." Jawabku dengan lugu.

***

Bel berbunyi sebanyak 6 kali, menandakan waktu sarapan pagi telah tiba. Segera kuambil piring yang berada di dalam lemariku. Setelahnya, tak lupa ku pergi menuju kamar sebelah untuk mengajak sahabatku, Tawakkal. "Kal, Sobaahul Khair? Hayya bina na'kul fi-l-matbakh." Ajakku dengan semangat. Sembari menunggu, kusempatkan waktu untuk menghafal mahfuzot."Man shobaro zofiro - Barangsiapa yg bersabar dia akan beruntung". Kami pun melangkah meninggalkan asrama.

Baru sekitar 10 langkah kami menjauh dari asrama. "Oops! Kiisu-n-na'li!" Serentak bibir kami melantuntkan hal yang sama. Ada suatu hal yang terlupakan untuk kami bawa ke dapur, yaitu tas sendal. Hal wajib yang harus dibawa kemanapun anak baru pergi. Kami pun kembali ke kamar masing-masing. Aku bergegas masuk tanpa meninggalkan sandalku di depan teras asrama, karena fikirku hanya sebentar. Dan setelah aku kembali dari mengambil tas sandal, sekejap sandal yang ditinggalkan tadi menghilang. Padahal sandal itu, pemberian ibuku yang menurutku lumayan mahal.



"Azzam, Maaza hasola laka?" Tanya tawakkal. "Faqoda minni an-na'lu" jawabku melas. "Ayna wado'taha?" Tanyanya untuk kedua kalinya. Lalu aku menjelaskannya tentang perkara ini.

"Aiwah! La ba'sa. Nantazir muddah suwaiya. Mumkin, nafarun yasta'iiruha." Hibur tawakkal, yang menyarankanku untuk menunggu sebentar. Karenan mungkin ada yang meminjam sandal itu.

Lima menit berselang, sandal yang ku tunggu tak kunjung datang. Aku mengeluh marah kepada diriku sendiri. Tawakkal kembali ke kamarnya, dan tak lama kemudian dia keluar. "Azzam, la tufakkir awwalan! U'iiruka an-na'l. Ista'mil haazihi." Tawakkal meminjamkanku sandalnya. "Syukron." Jawabku polos.

Di jalan menuju dapur tawakkal tersenyum. "Kal, Limaza tatabassam?" Aku bertanya penasaran.
"La ba'sa bih." Jawabnya.

Tapi aku terus mendesak untuk Tawakkal memberitahuku apa alasanya tersenyum. Ternyata ia ingin mengingatkanku tentang mahfuzot yang tadi pagi kuhafalkan. "Man shobaro zofiro-Siapa yang bersabar, akan beruntung."

***

"'Azzam, hayya binaa natasarra'! Al-aan fi-s-sadisah wa-r-rub'. Wajaba 'alayna al-khuruj qobla muntashofi-s-saabi'ah." Ingat Tawakkal setelah melihat jam yg berada di dinding dapur. Kami pun sesegera mungkin berjalan menuju asrama.
"Ba'da 'asyri daqoiq!" Terdengar suara keras mudabbir yang mengingatkan bahwa tinggal sepuluh menit lagi waktu untuk meninggalkan asrama. Aku pun bergegas ganti pakaian dan merapihkan buku-buku untuk pelajaran hari ini, karena aku lupa untuk membereskannya kemarin.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Hingga... "Sab'ah... Tsamaaniyah... Tis'ah... Wal'akhir... 'Asyaroh..."
Ya, tepat pada hitungan ke sepuluh. Terlambat. Mungkin hari ini adalah hari sialku.

***



Di kelas, aku merenung. Menyesali perbuatan-perbuatanku tadi pagi. Tidak seharusnya aku berbuat meninggalkan sandal dan terlambat keluar asrama. Kenapa semua jadi begini? Tidak seperti biasanya.
"Azzam, limaza? Kamu masih mikirin masalah tadi? Zam, ini bukan masalah sandal baru kamu yang hilang. Dan juga bukan masalah kamu yang di hukum gara-gara terlambat. Tapi ini masalah bagaimana kita menyikapi suatu masalah. Kalau kita sabar, dewasa, dan bersikap cerdas dalam menghadapinya, Insya Allah masalah ataupun cobaan tadi akan menjadi boomerang kebaikan bagi kita. Sebaliknya, kalau kita terus menerus menanggapinya seperti ini, mengeluh. Ini akan menjadi boomerang keburukan. Ingat kata Ustadz Ahmad, yang membuat kita dewasa adalah masalah. Man Shobaro Zhofiro. Sabar dalam menangapinya Ayoo! Think Smart sedikit zam! Kamu pasti bisa."

"Syukron, yaa Tawakkal!"

Setelah itu aku menyadari bahwa apa yang dikatakan Tawakkal adalah benar. Aku harus ikhlas dengan hilangnya sandalku, karena suatu saat pasti akan ketemu. Biarlah untuk sementara ini menghilang.

***

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Aku pun merapikan semua bukuku untuk dibawa kembali ke asrama. Aku menatap optimis apa yang ada didepanku. Sendal hilang? Bukan lagi masalahku. Sekarang, bagaimana caranya agar aku tidak terlambat lagi untuk kembali ke asrama, ganti pakaian sholat, berwudhu, dan duduk manis membaca Al-Qur'an sembari menunggu waktu adzan dzuhur.

''Azzam, ta'al huna!" Panggil salah satu mudabbirku. Sepertinya hal yang sangat serius.

"Limaza lakh?" Tanyaku kepadanya.


"Antaziru ityaanaka ba'da zuhri tamaaman, amama maktab mudabbir. Fahimta?" Perintahnya padaku. Kedatanganku ditunggu setelah dzuhur, di depan tempat mudabbir. Bingung. Hukuman? Ataukah ada tugas dari mudabbir? Yasudahlah, yang terpenting adalah kedatanganku setelah dzuhur.

***

Setelah selesai menunaikan ibadah sholat dzuhur. Aku datang menghampiri mudabbirku yang tadi memanggilku. Dalam benakku masih bertanya-tanya. Apakah ini hukuman, tugas, atau...?


"Azzam, isma'! Jadi begini. Tadi pagi al-akh melihat teman kamu yang jatuh terpeleset dan tangannya berdarah di depan asrama. Nah, ketika itu al-akh reflek ingin menolong teman kamu. Reflek al-akh langsung memakai sandal yang ada didepan al-akh dengan membaca "Bismillah" dan langsung mengahampirinya. Kemudian, al-akh bawa teman kamu itu ke BKSM(Balai Kesehatan Santri dan Masyarakat). Dan setelah kembali ke asrama, dan bertanya kepada teman-temanmu tentang sandal ini, ternyata ini milikmu. Yasudah, sebagai tanda minta maaf sekaligus terima kasih saya, silakan kamu ganti sarungmu setelah ini, lalu ikut al-akh ke kantin. Kita makan siang disana. Gimana? Kamu ga nolak kan?"

"Ha?" Aku tersontak kaget. "$@!%$@#!@^#. Na'am yaa al-akh." Salting alias salah tingakah sedikit. Tanpa disadari aku teringat dengan kata-kata Tawakkal tadi pagi di kelas.Mungkin ini adalah salah satu buah dari kesabaran. Dan aku yakin ini adalah sebagian kecil dari keberuntungan yang aku dapatkan. Karena Allah memiliki banyak cara untuk menepati janji kepada hamban-Nya. Ya, terutama hamba-Nya yang selalu bersabar. "Man Shobaro Dzofiro. Fa innallaha ma'ash-shobiriin."


من صبر ظفر
إنّ الله مع الصابرين