Hati-Hati Dengan Hati
Ada hal yang paling sulit ditata dalam hidup ini. Lebih sulit daripada menata rumah setelah terendam banjir. Lebih sulit lagi daripada menata bangunan yang roboh karena gempa bumi. Ya, tidak ada yg lebih sulit ditata di dunia ini kecuali menata hati.
Suatu senja, aku duduk termenung di meja belajarku, membiarkan buku Filsafat Ilmu yang baru saja dipelajari terbuka. Halaman demi halaman terlewat dengan sendirinya, angin yang mengubahnya.
Tiba-tiba saja ibu datang membawa sedikit kue untukku. Membangunkanku dari lamunan senja.
"Fajar, ini ibu buatkan untukmu. Ibu perhatikan dari tadi kamu tuh tidak belajar, tapi melamun saja. Apa yang kamu pikirkan?" Ibu sangat perhatian kepadaku, namun aku ragu untuk memberitahunya.
"Oh, ibu tau kamu sedang memikirkan teman perempuan kamu itu kan? Kalau ibu boleh tau, siapa namanya?"
Tersentak wajahku menoleh kedua kalinya ke arah ibu. Akupun semakin membisu.
"Nak, kamu itu sudah dewasa. Kamu berhak memilih siapapun yang kamu mau. Mencintai itu wajar. Namun ibu hanya berpesan, jangan sampai kamu mencintai wanita seratus persen terlebih dahulu. Belum saatnya."
"Seratus persen? Maksud ibu apa ya?" Aku menggerutu dalam hati, berusaha memahami sendiri makna dari pesan ibu.
Ibu mengambil kursi dan menaruhnya di samping tempat dudukku. Jarang sekali momen seperti ini aku temukan, mengingat jadwal kerja ibu dan kuliahku yang padat. Aku mencoba memahami kata demi kata yang keluar dari mulut ibu.
"Allah itu Maha Segalanya, termasuk Maha memutar balikkan hati. Ibu hanya tidak mau kalau nantinya anak ibu menyakiti atau bahkan tersakiti. Yaa, kalau kamu yakin temen kamu itu pilihan terbaik-Nya, maka do'akanlah ia. Husnuzon saja. Tidak usah terlalu difikirkan. Cukup hati-hati dengan hati nak!"
Perlahan senja yang menemani lamunanku tadi menghilang. Menyisakan pesan yang akan selalu terngiang. Ya, senja yang terkenang.
#FajarMenujuSenja
0 comments:
Post a Comment